Pembalasan Sang Nabo (Kisah dari Ulu Aik; Cintamanis) Bagian 2
Kisah berikut ini adalah bagian pertama dari Kisah yang ditulis Abah M. Dardi, D.Has, diangkat dari cerita rakyat Ketapang Kalimantan Barat, tepatnya di kampung lama Cintamanis, Selamat Membaca bagian kedua ini:
![]() |
Gambar hasil edit digital dari Poster Film Seediq Bale |
Demung Sengget sangat bersukacita. Sekarang baru ia ingat akan ikan hasil ikan tangkapannya yang masih tinggal di sampan. Segera saja ia menyuruh Sukun untuk mengambilnya. Banyak juga hasil tangkapannya malam ini. Sukun terpaksa dibantu beberapa orang temannya untuk mengangkat ikan-ikan itu dari sampannya. Malam itu juga mereka berpesta untuk memuji syukur kepada Duata Nan Dipucuk yang telah menganugrahi Demung mereka dengan sebuah batu kumala.
Tuak símpanan Demung Sengget dan juga dari para tetangga dikeluarkan. Gong ditabuh bertalu-talu untuk memberi tahu penduduk yang agak jauh rumahnya dari rumah Demung supaya datang untuk berpesta. Mendengar bunyi gong, penduduk Cintamanis yang tak seberapa banyak itu berduyun-duyun ke rumah Demung Sengget. Gamelan ditabuh, tuak diedarkan, mereka menari-nari sambil berbalas pantun.
Pada puncak acara, tampillah Bolen Penebang mengambil batu kumala dengan khidmat kemudian ditaruhnya di dalam baki yang beralaskan kain kuning. Asap dupa memenuhi ruang tengah Demung Sengget. Beberapa orang tua lelaki dan perempuan menari mengelilingi Bolen Penebang. Mereka bersama-sama menuju sudut ruangan, di mana terletak sebuah meja seperti meja persembahan. Sambil menari-nari Bolen Penebang meletakkan baki berisi batu kumala ke atas meja persembahan.
Kemudian Bolen dan beberapa orang tua tadi mundur menjauhi meja. Sełelah itu secara bergantian hadirin menyaksikan batu kumala tersebut dari jarak dekat. Masing – masing merasa kagum. Mereka belum pemah menyaksikan permata yang bisa mengeluarkan cahaya di tempat gelap seperti batu kumala ini. Pestapun berlangsung hingga pagi. Berita Demung Cintamanis Sengget mendapat batu kumala cepat tersebar di desa-desa lain, baik di Sungai Biak, Sungai Keriau maupun di sepanjang Sungai Pawan. Setiap hari penduduk dari desa-desa lain berduyun-duyun datang ke Cintamanis untuk melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana ujudnya batu kumala tersebut.
Pada suatu malam, Bolen Penebang bermimpi didatangi oleh seorang lelaki gagah yang mengenalkan dirinya sebagai Demung dari Lubuk Nabau. Dengan tutur kata yang manis ia meminta kepada Bolen Penebang membujuk Demung Sengget agar mau mengembalikan mainan anaknya yang menyangkut di jalanya pada malam itu. Ia mengatakan barang itu tidak berharga dan masih banyak yang lainnya, tapi ananya tak mau ditukar dengan yang lain, karena kumala itu sangat disayanginya.
”Kita bangsa Nabau belum pemah bermusuhan dengan bangsa manusia” kata Demung Lubuk Nabau
"Karena itu kumínta kepada Duan, agar Sengget mau mengembalikan kepada kami” pintanya.
"Kami bangsa Nabau tahu membalas budi, kalau Sengget mau mengembalikan dengan baik-baik,” sambungnya lagi. Bolen Penebangpun terbangun. Bolen Penebang duduk termanggu-manggu.
Nabau adalah makhluk sungai yang misterius. Mungkin sebangsa monster sungai. Tapi seingatnya, belum pemah orang bertemu langsung dengn makhluk tersebut. Segala macam makhluk halus seperti jín, peri mambang dan bermacam-macam hantu sudah dikenalnya, tapi Nabau hanya dikenal namanya sedang ujudnya tak diketahui sama sekali.
Menurut cerita orang tua-tua, Nabau adalah makhluk sungai yang tinggal di lubuk-lubuk yang dalam. Bentuknya seperti ular raksasa, karena itu disebut juga “Tambun" yang artinya besar. Belum pemah terdengar Nabau memangsa manusia atau binatang piaraan manusia. Nabau hanya dikenal dari tanda-tandanya saja. Seperti kalau musim kemarau, tiba-tiba air sungai menjadi keruh seperti habis hujan besar, dikatakan orang, ”Ini Nabau membuat sarang." Tanda lain adalah apabila kita bersampan melalui suatu lubuk yang dalam, tiba-tiba timbul sasak kering, dikatakan di sana ada Nabau sedang mencarí makan.
Bolen Penebag mulai bersemedi untuk menghubungi para sahabatnya dari makhluk halus. Hantu Ujan Panas memberi nasihat agar memenuhi permintaan Demung Lubuk Nabau saja, karena resikonya besar sekali kalau menolak. Demikian pula hantu Tengkung Baner memberi nasihat yang sama kepada Bolen. Demikian pula sahabat-sahabatnya yang lain menasihati agar memenuhi permintaan Demung Lubuk Nabau. Di kalangan makhluk halus itu memang sudah ada semacam konvensi untuk tidak saling mengusik. Khususmakhluk yang bemama Nabau ini para makhluk halus itu sangat segan, karena makhluk ini tidak berurusan sama sekali dengan makhluk lain.
(bersambung)