Menarung Bosan

“Masih di Kuala Kubu” jawab ABK sambil memperhatikan gelombang air bercampur lumpur, pertanyaan berikutnya menggantung di kabut yang masih pekat menutup pemandangan, subuh sudah akan purna dan kita belum sampai juga?

Kemarau penghujung Januari ini membawa dua masalah bagi pelayaran kapal kayu tanpa navigasi modern seperti yang saya tumpangi; air dangkal dan kabut Asap. Dan dua masalah itulah yang membuat kami tertahan 6 jam di Kuala kubu, kapal kami kandas karena nakhoda salah membaca patokan disebabkan kabut yang tebal.

Tak lama matahari menghapus jejak terakhir malam di langit, bunyi ‘klotok’ yang akhirnya bisa terlepas dari dangkalnya air mengiringi angin pagi musim panas membuat ngantuk. Bunyi mesin kapal konstan mengisi relung telinga, menambah berat mata, masih 6 jam lagi mencapai Pelabuhan Telok Batang, bosan menyergap.

Memandangi bakau yang silih berganti sesungguhnya menarik hati, tapi penantian datang yang masih lama membuat saya seperti membaca tulisan yang sengaja di panjang-panjangkan oleh penulisnya agar tampak banyak. Tulisan yang terlalu bertele-tele, tujuannya yang seharusnya bisa disampaikan dalam satu dua kalimat, malah harus disampaikan dua tiga halaman tak berarti.

Kita bisa saja menikmati panjangnya perjalanan dan tebalnya buku, tapi jika panjang dan tebal itu sengaja dilakukan hanya untuk pemenuhan nafsu penulis dan korban kedekut pemilik kapal untuk memberi sentuhan modern pada alat angkutnya, tentu Perjalanan Panjang dan Proses Membaca tulisan berlarut bukan hal yang pantas dinikmati.

Tidakkah kasihan pada mereka yang jadi korban panjangnya tulisan hanya untuk pemenuhan hasrat ‘intelektual palsu’ kita? Pun demikian pada kapal yang saya tumpangi ini, seandainya mereka memakai alat navigasi modern tentu ‘kesalahan’ menentukan patok jalur sungai seperti ini tak perlu terjadi.

Prinsipnya dalam tulisan apapun setiap kata mesti berarti dan setiap kalimat mesti berguna hingga menciptakan halaman yang tak bisa dilompati begitu saja.


Tapi tentu saja pada tiap hal ada hikmahnya, seperti kejadian kandasnya kapal yang saya tumpangi ini. Tanpa Kejadian itu, tulisan ini tak akan ada, dan pembaca  tak akan membaca tulisan pendek tak berarti ini. Selamat menulis.

Postingan Populer