Sajak Tepian Pawan


Mendung

Pandangi langit pagi ini kawan,
sebelah timurmu mega mendung berarak
sekumpul demi sekumpul tak izinkan fajar hiasi langit
tapi segenap tenaga pun mendung melindung
tetap saja cahaya nya bias malah membuat indah
seperti itulah derita Dedaunan yang membisikiku
akan segumpal nama yang tak henti meneriaki sanubari
sesak, tapi tak kuasa menahan gerak
sakit, tapi tak kuasa menahan tawa
lelah, tapi tak kuasa menutupi rindu

dan gemilangkanlah ini,
Di pelataran sungai mengaliri timur negeri
sempurna berpadu, pada belantara perdu
Hai sukma
kembarakah atau air mata
menghilanglah hijau berganti lautan biru

Paduka Ku

Kubersembah padamu paduka
segala gulana yg membekas didada
bantu aku uap kan sempurna
air mata mendanaui semesta

Duhai Paduka ku mulia
Segenap baraku terdiam dihadapan aras Mu
mencerap getah dari sidrah yg tegak berdiri
mencukupi sebaran cinta yg membenihi bumi
hamparan yg sempurna hilang namun tak berbilang

Paduka ku, gelisahku pada peraduan hijau ini
menanti pertemuan yg baka
sedang aku masih papa
kadang terlupa pada Mu yg semesta

Padukaku, berjejakku dilautan hitam
menempuh yg tak berjarak
terduduk di semesta yg membisu

duhai padukaku
ilalang ini guritaiku...

Penghujung Hari, 13032013

Pawan

"Mak, Lokah te anak opai mak?"
"Anak Laur..."
"Mak, laur te anak opai mak?"
"Anak Pawan..."
"Mak, Pawan te anak Opai mak?"
"Anak Laut..."
"Mak, Laut te anak opai mak?"
"Anak Jonggi..."
"Mak, Jonggi te anak opai mak?"... *

Aku ingin kau menceritakan dirimu...
Tentang 7 aliran anak - anakmu
tentang pegunungan hijau belian mu
tentang dongeng purba mu
tentang pijak sejarahmu berabad menggerusi waktu

dan kini; tentang wajah keriput yang bersolek

pada nafasmu yang terengah,
berlari mengejar kembara yang air mata
sedang diri memusnah di makan zaman

Lihatlah airmu.. menghitam bukan lumpur
tapi pupuk dan racun yang menebali

aku ingin kau menceritakan dirimu
tentang tanah air kecilku, ditepian mu

Ketapang, 16032013
*kutipan dari Dongeng Purba


BIDAK

bidak yg mana lagi ?
yg kugeser hendak membunuh
atau remukkan saja benteng - benteng
biar tak melintang lintang jalanku...

kotak yg mana lagi
yg kan kutempati ?



Begitu Saja

petiklah sebuah cerita
dalam buaian dan garis kematian
yang kusam kan lelah
dan luka yang redam

menarilah dan kita tertawa
meneriakkan seribu duka
terjuni likuan ngarai prahara
terjangi kelak masa

inilah luka inilah duka inilah tawa

begitu saja



kesudahan

perintahkan padaku
aku kerjakan
pulanglah
dan aku kembali


Luka Tapi Tak Berdarah

pedihkah?
luka tapi tak berdarah
bukan luka


Sirrul Asrar

bila bilangan itu dihentikan
dan jejaring waktu membeku
gulita menjadi benderang
sitrah tersingkap sirrul asrar

tidak memutar, tapi mendaki


Bentangan Cahaya

dalam bentangan cahaya
Aku berdiri menapaki embun sunyi
dan gulita yang ditinggal pergi
menyambut pagi...

pada rindu itu aku mengucap mimpi
yang pernah terpateri
saat kelam masih menaungi
dan kita masih khusyuk di peraduan hijau mu

disamudera ini kujejaki langkah-langkah
dalam zikiran wirid sesal
dan lautan kesal
akankah gelisah itu satu tanya

atau petaka nya sudah dijanjikan?

itulah duniaku bicara
pada rindumu
yang lengkapi sanubariku
yang samuderai ku

dan kau masih menunggu


Biduk Berapi

biduk hanyut berapi
mengarung samudera
kebas sudah rasa pada luka
bukannya gempita tapi remahan duka
padamu sempurna segala

Postingan Populer