Kita Sering Berperang Di Medan Perang Yang Salah

Suatu saat Nasrudin Hodja didatangi oleh tiga orang anak orang kaya yang ditinggal mati oleh orang tuanya. Dalam wasiatnya, orang tua mereka meminta kepada ketiga anak itu untuk membagi harta warisannya dengan rincian berikut:

“Anak pertama mendapat ½ dari harta warisan, Anak kedua mendapat 1/3 dan yang bungsu mendapat 1/9 nya”

Semua berjalan lancar, hingga tiba – tiba mereka dihadapkan pada persoalan yang menurut mereka rumit. Mereka harus membagi Unta peliharaan orang tuanya yang berjumlah 17 ekor. Mereka bingung (persis para pembaca sekalian, coba hitung dulu ½.1/3,1/9 dari 17 adalah ), karena itulah mereka mendatangi Nashrudin, seorang sufi yang mereka anggap paling pandai di kampungnya.

Dengan senyumnya yang sederhana, Nashrudin berkata pada mereka “oh, itu gampang, bagaimana kalau kalian kupinjami seekor unta, lalu unta kalian akan berjumlah 18 ekor, nah kalian bagi lah: yang pertama mendapat 9 ekor yaitu ½ dari 18 ekor, yang kedua akan mendapat 6 ekor yaitu 1/3 dari 18 ekor sedang yang lainnya mendapat 2 ekor yaitu 1/9 dari 18 ekor, jumlah seluruhnya 9+6+2 adalah 17 ekor, sisa nya yang satu ekor lagi kalian kembalikan kepadaku, gampangkan?”

Sebagai manusia kita memang diberikan otak untuk berfikir, menganalisa, mencari tau lalu memproduksi bahan baku yang akan dikeluarkan oleh distributor panca indra. Namun ketika kita memberikan seluruh keputusan kepada otak, maka hal itu akan menjadi salah juga. Otak seringkali tidak mengenali permasalahan dengan baik, tertipu akan bungkus lupa akan isi, tertipu dengan kata dan jumlah, makanya kita sering kesulitan dalam berfikir, karena kita sering berperang dimedan yang salah.

Otak mempunyai kemampuan terbatas dan mudah terjangkit virus kepentingan. Sifatnya selalu berada di gelombang yang diyakini oleh bagian otak reptil yang menyimpan berbagai memori yang sebenarnya bersifat melindungi kita dari hal yang membahayakan, begitu yang diyakini oleh reptilian kita adalah negatif maka seluruh otak kita akan menjadi negatif. Segala hal yang dihadapan akan menjadi negatif, akhirnya hiduppun akan cenderung pesimis, tidak bahagia. Bahayanya lagi adalah kita tidak lagi mampu berfikir sederhana jika kita hanya berfikir dengan satu bagian otak yaitu otak kiri, hal ini disebabkan oleh pendidikan kita selama ini lebih mengembangkan bagian otak rumit ini. Seperti diketahui, kita mempunyai sistem otak yang berbeda yang disebut “Dual Brain”, yang mempunyai fungsi berbeda.

Sebelah kiri otak kita berfungsi sebagai pemikiran analitis, logika, bahasa, sains dan matematika. Otak ini kemudian memproduksi pikiran yang verbal, logis analitis, serial, fokus pada satu bagian tertentu, selalu mencari perbedaan, bergantung pada waktu, segmentasi. Sedang otak kanan mempunyai fungsi pemikiran holistik (menyeluruh), intuisi, kreativitas, seni dan musik. Yang lalu otak kanan akan memproduksi pikiran imaginatif, intuisi, paralel, mencari persamaan, tidak tergantung waktu, global.

Kedua otak kita ini jarang dipergunakan secara bersamaan, dan biasanya akan lebih dominan kita gunakan kiri. Akibatnya kita tak mampu melihat persoalan secara menyeluruh, kita seperti melihat sebuah bagian bola dengan mikroskop, apa yang kita lihat? Tentu saja hal-hal miskrokopis menjadi lebih rumit dari pada sekedar “bola” biasa.


Seperti itulah kita melihat masalah, yang kita lihat hanyalah hal – hal rumit yang melingkupinya, padahal bila kita berfikir dengan koheren dan holistik menyatukan kedua fungsi otak kita, maka kita akan melihat dunia dengan pandangan berbeda, rumit namun indah. Berlipat ganda namun mudah. Terpisah namun mempunyai kesatuan. Kita dengan mudah memproduksi pikiran positif dan optimistik. Dengan pikiran yang seperti ini kita akan selalu pada sistem hidup kebahagiaan, lebih mudah mengatur masalah, bukannya diatur masalah.

Postingan Populer