Cinta YangTak Akan Henti Kita Bahas
Cinta seorang ibu kepada anaknya adalah cinta yang tak berbatas walau jarang berbalas. Kasih yang dimiliki ibu adalah kasih yang luas yang tak pernah tuntas kita bahas. Seperti kisah buah apel yang senantiasa memberi, ibu adalah telaga yang tak akan kering oleh kemarau kemiskinan jika kita meminta. Selalu ada, mencari hingga mengetuk pintu tetangga saat kita dalam tidur lelap, merajuk karena keinginan kita belum terpenuhi dengan segera.Ibu rela pinjam uang untuk itu, sedang kita tidak tahu, dan tak mau tahu.
Banyak ibu memilih ‘berbohong’ demi anaknya, “makanlah nak, ibu tidak lapar” kata – kata itu terungkap deras, seperti demi anaknya yang sedang lahap, sedang nasi tak mencukupi,ibu memilih untuk berbohong. Ini kisah seorang anak, seorang anak yang kemudian hari menyadari bahwa ibunya sering berbohong padanya, demi melihat senyum bahagia anaknya. Mungkin kita kini adalah anak itu, yang kelak akan sadar bahwa ibu saat ini sedang berbohong pada kita.
Kita mungkin adalah bagian dari anak-anak yang kurang peka pada rasa rindu seorang ibu. Kita mungkin senang berjam-jam di luar rumah saat remaja menjelang, saat pikiran sudah segar dan ruang gerak bertambah luas. Kita mungkin adalah bagian anak-anak ibu yang merasa bahagia lepas dari kekangan bunda, saat teman begitu banyak dan jiwa merasa merdeka. Dan kini dimanapun kita berada, dimanapun kita tinggal, di luar rumah, diluar desa, di luar kota atau diluar pulau mari sejenak kita bicara tentang rasa sepi seorang ibu.
Apa yang sedang beliau lakukan senja ini? Mungkinkah saat ini, ia sedang duduk menghabiskan waktu sambil memandangi pekarangan rumah, tempat dimana kita pertama kali belajar jalan, setapak demi setapak. Mungkin dia juga saat ini sedang memandangi pintu dimana kita pulang TPA dengan senyuman lebar dibibir, bercerita tentang hukuman Ustad A, atau si B yang tak pandai – pandai mengaji.
Mungkin juga senja ini dia sedang menanti kita pulang, sedang kita masih asyik bercakap-cakap dengan sahabat, bersenda dengan kekasih hati, menghabiskan waktu dengan orang yang belum tentu mencintai kita dengan tulus, belum tentu merindukan kita dengan rindu yang tak habis-habis, yang ketika perlu orang itu belum tentu siap menolong sedang ibu selalu siap dengan segala yang dimilikinya? Hingga adzan menjelang dan ibu kita pun tertunduk lesu, mengingat anaknya belum atau tak akan pulang senja ini. Mari sejenak kita mengingat ibu, yang mungkin saat ini sedang menangis memikirkan sikap kita padanya.
Apa yang sedang dilakukan ibu pagi ini? Membaca Al quran membangunkan kita atau sedang memasak nasi goreng sebagai sarapan pagi buat kita, mengenang hari-hari lalu saat kita masih kelas satu SD, mencium tangan beliau dengan semangat lalu makan dengan lahap, ibu kita pagi ini mungkin sedang mengenang, saat kita masih senang bersama beliau, lalu tiba-tiba rasa sepi menghinggapinya, melihat anaknya sudah jauh meninggalkan rumah, jangankan cium tangan, bilang saja sudah dengan motor menyala. Mari sejenak kita mengingat ibu, yang mungkin saat ini sedang menangis memikirkan sikap kita padanya.
Ibu, bagaimanapun beliau pada kita. Adalah ibu yang selalu akan merindukan kita. Sangat. Bagaimanapun beliau adalah yang mengandung kita berbulan-bulan dalam kandunganya, berdegup dalam satu detakan jantung, berhati-hati dengan segala apa yang dimakannya agar kita selamat, bersusah payah berjalan ketika hamil nya sudah tua, lalu bertaruh nyawa untuk memberikan separuh hidupnya pada kita. Ibu itulah yang kini sedang mencari waktu, mengais kesempatan untuk bersama kita, walau kadang caranya tak berkenan dihati kita. Bukan ibu yang berubah, namun kita lah yang sudah menjauh. Mari sejenak kita mengingat ibu, yang mungkin saat ini sedang menangis memikirkan sikap kita padanya.
Ibu kita mungkin saja menyimpan kerinduan pada kita, pernahkan engkau melihat seorang wanita renta yang masih memikul bakul berjualan dipasar? Pernah kah kita berpikir, kemanakah anaknya? Begitu tegakah anaknya membiarkannya berjualan dengan tubuh serenta itu? Apakah perasaannya pada anaknya? Mungkin ibu kita tidak seperti itu...tapi benarkah kita tidak seperti anak – anaknya, membiarkan rasa sepi menyergap diujung usia ibu kita? Membiarkan beliau tetap dalam kerinduannya pada kehadiran kita?
Karena itu mari kita sejenak berhenti di sini, bicara tentang rasa kesendirian seorang ibu. Tentu saja agar kita teringat dan tersadar, serta kemudian mau sesekali berbicang – bincang dan tidur dipangkuannya seperti dulu. Sesekali kita perlu mengobati rasa rindu beliau, meninggalkan teman dan kesibukan untuk sesaat pulang menemuinya di senja syahdu menemani beliau duduk di beranda rumah, mungkin ada obat pada luka rindu itu, ketika kita mencium tangan beliau pagi ini.
Mari sejenak kita bicara tentang rasa sepi seorang ibu.