HIDUP Tak Mengenal Kata Menunda (2)

Hidup tak kenal kata berhenti sementara, Pause seperti di Game Hp, ia terus melaju, tak mengenal kata mengulang, terlambat, ya sudah, hendak pulang, tak akan bisa, ini perjalanan sekali jalan. Di titik -yang sekali lagi- kita tidak ketahui, perjalanan ini akan di akhiri. Bahwa di jalan mana kita akan berakhir maka itu di tentukan oleh pilihan yang kita buat sekarang dan selama sisa hidup kita. Bila yang kita pilih adalah jalan keselamatan maka balasan kebahagiaan tentu ada di depan mata, namun jika salah pilih? Alamat jalan itu akan buntu dan kita kan binasa.

Beriman atau Kafir, adalah pilihan namun sekali salah pilih, maka jurang kehancuran di dunia dan akhiratlah akhir perjalanan kita.

Tentu saja aku telah beriman, jawabmu...

Pertanyaannya bukan apakah engkau telah beriman atau tidak? Tapi bagaimana jika terjadi suatu saat engkau di hadapkan pada sebuah pilihan antara Iman atau Kafir? Antara menuruti jalan keselamatan yang selama ini telah di jalani atau menuruti permintaan kekasih atau orang tua? Mana yang hendak kau pilih? Iman atau Kafir?

Perjuangan menuju Keber-Imanan adalah suatu hal yang pasti, engkau belum benar  benar beriman sebelum nyata bagi mu bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih engkau Cintai daripada kekasih dan orang tuamu serta dirimu. Ya bahkan dari dirimu sendiri. Karena pada dirimu ada rasa enggan berbuat baik bila itu buruk di hadapan temanmu, malu memakai jilbab bila yang lain pun tak memakainya, takut jika sudah memakainya nanti di lepas kembali. Ya, Iman itu di buktikan dengan Cinta, Cinta pada Allah dan Rasul Nya di atas cinta kepada yang lain...

“Aku mencintaimu, wahai Rasulullah, melebihi cintaku pada semua yang lain, kecuali diriku sendiri.” Begitu Umar Bin Khattab berkata pada Rasulullah saw. la hendak menyatakan cintanya pada Sang Rasul. Dengan caranya sendiri.

Tapi ia tidak menduga kalau jawaban Sang Rasul justru berbeda sama sekali. “Tidak! Wahai Umar! Sampai aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri,” jawab Rasulullah saw.

Kembali lagi, pada pilihan antara Iman atau Kufur, antara menjadi Mukmin atau Kafir? Bagaimanakah jika suatu saat suamimu mengajakmu pindah Agama, ke agama nya, MURTAD? Bagaimanakah, jika orang tuamu tidak setuju engkau memakai Jilbab, dengan alasan engkau masih kecil? Bagaimana jika ternyata hanya engkau yang berjilbab diantara teman  temanmu Ukhti?

Mari Belajar dari Ummu Habibah rha,






Ummu Habibah Binti Abu Sufyan, ikut dalam rombongan Sahabat yang Hijrah ke Habsyi (Ethiopia) bersama suaminya. Iman begitu kuat, hingga walau sang ayah membenci agama barunya, ia tetap kuat memegang ajarannya.

Tapi, Allah telah mempersiapkan yang terbaik bagi hamba Nya, sang Suami sesampainya di Ethiopia, negeri orang Nasrani malah tergoda untuk bertandang ke kedai Arak hingga akhirnya ia murtad dari Islam dan masuk ke Agama Nasrani, meninggalkan Ummu Habibah bersama anaknya yang masih kecil.

Tapi iman menetap kuat di dalam hatinya, walau hidup jauh dari orang tua (yang membenci nya), di tinggal oleh suaminya, di negeri orang pula, tak menjadikannya Kufur kepada Nikmat Iman yang diberikan Allah kepada dirinya. Ia terus bersabar hingga datang ketetapan Allah atasnya, ia di buka kan Allah akan kejadian dimasa mendatang, dalam mimpinya ia melihat dirinya bersanding dengan Rasulullah.

Esoknya, Raja Negus, pemimpin Ethiopia datang kepada Ummu Habibah membawa kabar bahwa Rasulullah hendak melamarnya, dan pernikahan pun di laksanakan, ia di Nikahi Oleh Orang terbaik di Jagad ini, Muhammad SAW, ia di walikan oleh Raja Negeri yang Besar, Negus dan ketika datang ke Madinah, ia disambut dengan suka cita sebagai Ummul Mukminin...umurnya baru saja memasuki 20 Tahun.

Adakah engkau seperti dia Ukhti?

Walau Orang tua membenci, walau kekasih tak suka, walau teman menghadang, engkau tetap memakai jilbabmu? Dan kemudian engkau melaksanakan segala konsekuensi nya?

Hidup ini pilihan  pilihan dan Keputusan  keputusan yang bebas kita pilih, apakah hendak Iman atau Kufur, itu adalah hak setiap manusia untuk memutuskan. Namun di akhir setiap pilihan dan keputusan selalu ada implikasi dan konsekuensi, selalu ada pertanggung jawaban.

Engkau boleh mengambil jalan keragu  raguan, dengan segala alasanmu.

Sangat boleh, namun yang pasti hanya akan ada satu kebenaran, karena hanya ada Satu yang Maha Benar, Al Haq, Dialah Ahkamul Hakimin, Hakim yang seadil  adilnya. Kelak di Akhirat kita akan berhadapan dengan Nya, maka jawablah dengan keraguanmu itu..

Keraguan yang membawa kepada Kekufuran, kufur terhadap ayat  ayat Nya yang jelas...Jawablah...karena tak ada pilihan Ganda ketika engkau mengaku beriman. Yang Meng Ganda  itu hanya di miliki oleh orang yang hatinya telah tertutupi (Kufur).
“yang demikian itu adalah karena Allah telah menurunkan Al-kitab dengan membawa kebenaran; dan Sesungguhnya orang-orang yang berselisih tentang (kebenaran) Al kitab itu, benar-benar dalam penyimpangan yang jauh (dari kebenaran). (QS. Al Baqarah:176)

Postingan Populer